Senin, 16 Agustus 2010

Peta Global Perjuangan Menegakkan Khilafah

Peta Perjuangan


Perjuangan menegakkan Khilafah sudah mulai begitu Khilafah dihapuskan pada 1924. Di Hejaz tahun 1925 dan 1926 sempat diadakan konferensi Khilafah. Namun, gaung perjuangan ini tertutupi situasi dunia saat itu: Depresi Ekonomi 1930-an, Perang Dunia ke-2, berdirinya Negara Zionis Israel, upaya melepaskan diri dari penjajahan pada negeri-negeri Muslim di era 1960-an, dan Perang Dingin dari tahun 1960-1970-an.
Kegagalan yang bertubi-tubi pada persoalan Palestina, invasi Uni Soviet ke Afganistan tahun 1980 dan persoalan di Balkan (Bosnia) tahun 1991 telah memulai gelombang kesadaran baru di tengah umat Islam tentang perlunya kesatuan politik Islam global.
Dari sinilah kemudian gelombang dakwah Islam yang lebih fokus pada penegakan syariah dan Khilafah meluncur bak bola salju.
Hizbut Tahrir (HT) termasuk yang dari awal berdirinya menegaskan bahwa “kembali pada al-Quran dan as-Sunnah” hanya berarti satu hal: penerapan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan. Ini berarti ada sejumlah syariah yang tidak dapat ditegakkan kecuali oleh negara. Negara seperti ini hanya akan efektif bila hanya satu di seluruh dunia. Inilah yang disebut Khilafah.
Perkembangan HT di sejumlah negara dapat dijadikan barometer untuk membuat peta perjuangan penegakan khilafah di seluruh dunia. Untuk pemetaan ini kita bagi menjadi tiga: HT di dunia Arab, di dunia Muslim non-Arab dan di dunia Barat.
1. Di Dunia Arab.

Di negara-negara Arab, HT diijinkan beroperasi di Uni Emirat Arab, Lebanon dan Yaman. Meski banyak penangkapan aktivis di Yordania, Maroko dan Tunisia, aktivitas publik justru terlihat di wilayah Palestina, Zanzibar dan Lebanon, yang justru menikmati dukungan yang makin tumbuh di kalangan intelektual, staf militer senior dan pejabat pemerintah.
Di Mesir, empat Muslim asal Inggris dan beberapa warga Mesir disiksa karena diduga terlibat HT. Sebanyak 26 orang akhirnya diajukan ke pengadilan yang oleh para pengamat dianggap kontradiktif. Pemerintah Mesir melarang HT tahun 1974 setelah dituduh terlibat dalam upaya kudeta dari sekelompok anggota militer.
Di Irak, pada 1969 ketika putra tertinggi pemimpin Syiah Irak Ayatullah Muhsin al-Hakim ditangkap rezim Partai Baats dan disiksa, lalu hal itu dikritik oleh Abdul Aziz al-Badri, seorang ulama Sunni yang juga pemimpin HT Irak, maka al-Badri ini akhirnya ikut disiksa dan dibunuh. Dia adalah martir pertama untuk hak-hak Syiah di Irak. HT telah menyerukan Sunni, Syiah, warga Arab dan Kurdi untuk bersatu di Irak. Seruan ini makin menggema ketika tentara Amerika memasuki Irak.
Di Palestina, puluhan ribu orang melakukan aksi unjuk rasa bersama HT agar Hamas dan Fatah berhenti saling berkelahi dan bersatu menghadapi Israel, musuh mereka yang sebenarnya.
Di Libya, Muhammad Ramadhan, jurnalis BBC seksi Arab adalah anggota HT dan penentang rezim Kolonel Qadhafi. Dia telah dibunuh pada 11 April 1980 oleh operasi rahasia Libya di luar Masjid Regent’s Park London. Banyak anggota HT lain dibunuh dalam suatu penahanan tanpa peradilan di Libya pada 1980-an. Pemerintah Libya menuduh HT dan Ikhwan adalah “organisasi yang menimbulkan kegelisahan” serta berhasil merekrut para mahasiswa maupun taruna akademi militer. Amnesty International melaporkan bahwa ada 5 narapidana politik dari HT yang telah mendekam selama 30 tahun hanya karena mengkampanyekan Islam politik secara damai.
Di Suriah, anggota partai bersama sanak saudara dan kenalan telah dikenakan tahanan tanpa peradilan yang berulang kali. Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi dalam website-nya melaporkan bahwa pihak berwenang Suriah melarang HT secara tiba-tiba pada 1998-1999 dengan menangkapi sekitar 1200 anggotanya dalam perburuan nasional oleh Badan Intelijen.
2. Di Dunia Muslim non-Arab.

Di Azerbaijan HT diduga memiliki ratusan anggota. Lusinan dari mereka dipenjara.
Di Uzbekistan, Amnesty International menduga bahwa pemerintah telah mengadili anggota HT dalam suatu pengadilan yang tidak fair, karena menjatuhkan hukuman yang sangat berat hanya dengan selapis bukti tipis. Anggota HT dihukum dengan air mendidih hanya karena menolak menandatangani pernyataan untuk menghentikan shalat lima waktu.
Di Bangladesh HT dilarang sejak 22 Oktober 2009 karena dianggap mengganggu stabilitas nasional, setelah dikait-kaitkan dengan sejumlah bom dengan sasaran elit nasional.
Di Pakistan HT dilarang oleh Presiden Musharraf tahun 2004, meski pelarangan sempat dihapuskan Pengadilan Tinggi Lahore. Multan Bench dari Pengadilan Tinggi Lahore berkata pada Maret 2005, “HT telah menunjukkan ketidakpuasan atas politik Pakistan, dan ini merupakan hak setiap warga negara. Saya tak mengerti mengapa menyebarkan pamflet di muka umum tentang itu dianggap terorisme.”
Menurut penasihat Obama yang diwawancarai Jurnalis Symour Hersch tahun 2009, HT telah memasuki militer Pakistan, namun ini dibantah militer Pakistan.
Di Turki HT juga secara resmi dilarang, namun tetap beroperasi. Menurut Koran Today’s Zaman, Letnan Mehmet Ali Celebi ditahan dalam kasus Ergenekon tahun 2008 karena terlibat dengan HT. Karena Celebi ini, maka lima anggota HT kemudian ditahan pada September 2008. Pada 2009, polisi Turki menahan 200 orang karena diduga menjadi anggota HT.
Hanya di Malaysia dan Indonesia HT dapat bergerak terbuka dan tidak pernah dilarang.
3. Di Dunia Barat.

Di Barat, termasuk Australia, HT relatif dapat beraktivitas bebas, sekalipun ada berbagai tekanan. Di Australia, HT dan Jurubicaranya sering diserang propaganda sebagai “menikmati keramahtamahan dan toleransi kita, dan pada saat yang sama mengajak mengganti sistem demokrasi kita dengan teokrasi fasisme”. HT selamat dari pelarangan setelah mendapatkan clearance dari Badan Intelejen Keamanan Australia (Australian Security Intelligence Organisation). Ketika HT akan mengadakan konferensi Khilafah pada 27 Januari 2007, banyak media massa yang menuduh HT terlibat dalam “Bom London 2005”, atau akan menegakkan hukum Islam di Australia, atau dilarang di Inggris. Politisi oposisi menyerukan agar tidak memberi visa pada pembicara asing yang akan hadir. Namun, Jaksa Agung Philip Ruddock sekali lagi menolak pelarangan karena tidak ada bukti yang cukup.
Di Inggris, dari 1986-1996, di bawah Omar Bakri Muhammad HT tumbuh dari sebuah organisasi yang amat kecil ke suatu organisasi Islam yang paling aktif di negeri ini. Sebuah laporan mengklaim bahwa HT telah mendominasi Islam Inggris dengan 8.500 anggota di Britania Raya, dibandingkan dengan hanya 1.000 untuk saingan, Asosiasi Muslim Britania.
Pasca Bom London 2005 pemerintah Inggris mengumumkan niatnya untuk melarang HT, tetapi urung, setelah ada peringatan dari polisi, intelijen dan kelompok kebebasan sipil bahwa HT adalah kelompok non-kekerasan, dan menjadikannya organisasi bawah tanah bisa justru menjadi bumerang.
Di Denmark, HT adalah legal. Hanya saja, pengadilan Denmark pernah menghukum Fadi Abdelatif, Jurubicara HT Denmark, dengan tuduhan menyebarkan propaganda rasis. Leaflet yang dimaksud adalah tentang ayat-ayat al-Quran yang menyebut sifat-sifat bangsa Yahudi yang selalu mengingkari janji.
Hanya di Jerman, sejak 2006 HT telah dilarang oleh Mahkamah Agung Jerman dengan alasan antisemit. Permasalahan ini sebenarnya hampir sama dengan di Denmark, hanya di Jerman memang persoalan dengan Yahudi sangat sensitif sejak konstitusi Jerman ditulis ulang pasca PD-2 agar rasisme ala NAZI tidak terulang lagi. Pelarangan ini sedang dibanding ke Mahkamah Eropa, dan kemungkinan besar Mahkamah Eropa akan memutuskan bahwa larangan terhadap HT hanya berlaku di Jerman (karena terkait konstitusi Jerman), sementara di negara lain masih bebas.
Menurut Shaker Assem, Jurubicara HT Jerman, sejak pelarangan tahun 2006 itu, HT di Jerman justru tumbuh tiga kali lipat, karena semakin banyak Muslim di Jerman yang justru percaya pada gerakan Islam yang dimusuhi Yahudi.
Pelarangan, penangkapan dan penyiksaan yang dihadapi Hizbut Tahrir di berbagai kawasan merupakan konsekuensi dari keteguhan aktifis HT dalam memperjuangkan syariah dan Khilafah untuk menghapuskan penjajahan Kapitalisme di Dunia Islam. Tindakan represif juga terjadi karena sikap HT yang tidak menerima sikap kompromi dengan konsisten mengoreksi para penguasa negeri Islam yang diktator dan menjadi kaki tangan negara-negara imperialis Barat. Perlu dicatat, dalam perjuangannya Rasulullah saw. juga mengalami hal yang sama.
Upaya Barat
Melihat tantangan yang akan membahayakan hegemoninya, Barat tentu tidak tinggal diam. Mereka mencoba membendung perjuangan Khilafah dengan beberapa cara, yang di sini akan diurutkan dari level yang paling “berkualitas” hingga yang paling “tidak berkualitas”.
(1) Menyebarkan ide-ide kontra Khilafah.
Ini adalah cara yang tersulit, namun jika berhasil, akan punya dampak yang paling besar dan awet. Cara ini diterapkan pada negeri-negeri dengan kualitas Islam yang baik, seperti di Turki, Mesir atau Arab Saudi.
Ide-ide kontra Khilafah meliputi spektrum yang cukup luas, diawali dari mengadopsi perundangan Barat, memisahkan sistem peradilan menjadi peradilan sipil dan peradilan agama, hingga isu pluralisme agama (mengakui kebenaran universal semua agama); liberalisme (mengakui kebebasan mutlak manusia yang hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain), sekularisme (memisahkan negara dari persoalan agama), hingga menjadikan persoalan umat Islam di suatu negeri sebagai persoalan nasional masing-masing.
Ide-ide ini disebarkan baik melalui jalur tutur (lisan), media massa, jalur budaya (sastra, seni pertunjukan, film) hingga kurikulum pendidikan. Pendidikan bahasa dan pendidikan sejarah adalah hal-hal pertama yang direformasi oleh Mustafa Kemal Attaturk di Turki. Kosakata Arab dicoba dihapus dari bahasa Turki. Pengaruh Islam dalam sejarah keemasan Turki dicoba digantikan dengan dogma bahwa sejarah gemilang Turki adalah akibat kehebatan bangsa Turki sendiri.
Saat ini, isu perubahan kurikulum pendidikan, terutama untuk pendidikan Islam klasik (pesantren) juga didorong oleh Amerika Serikat di Indonesia maupun Timur Tengah. Yang paling sering disorot adalah tentang status non-Muslim, status perempuan, hukum jihad dan hukum-hukum yang memerlukan otoritas negara.
(2) Menyibukkan umat.
Umat Islam selalu sibuk dengan berbagai persoalan yang mendera mereka. Kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan teknologi, korupsi, kerusakan lingkungan, krisis budaya, pornografi, narkoba hingga kriminalitas adalah persoalan mereka tiap hari. Umat Islam sibuk mencoba menyelesaikan persoalan itu secara parsial.
Kemiskinan dicoba diatasi dengan mendorong ekonomi syariah dalam bentuk perbankan syariah dan Lembaga Amil Zakat. Namun, setelah 17 tahun porsi perbankan syariah dalam perbankan nasional ternyata baru 1,7%. Lembaga Amil Zakat mengeluhkan UU Zakat yang tidak dapat bersifat memaksa, keterbatasan akses informasi wajib zakat dan sinergi antar berbagai Lembaga Amil Zakat.
Kebodohan dicoba diatasi dengan membangun sekolah-sekolah Islam. Namun ternyata sekolah-sekolah ini mengalami krisis finansial dan SDM. Tidak mudah menghidupi sekolah-sekolah ini dalam jangka panjang tanpa peran serta negara.
Ketertinggalan teknologi dicoba diatasi dengan mengirim mahasiswa belajar ke negara maju. Namun, setelah selesai sekolah, mereka mayoritas justru cuma menjadi agen penjualan teknologi negara maju, tidak menjadi inovator sendiri.
Korupsi dicoba diatasi dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun belakangan, muncul kebingungan ketika ada “serangan balik” dari para aparat hukum sendiri (polisi, jaksa dan hakim) atas para sosok pimpinan KPK sehingga KPK menjadi mandul.
Demikianlah, setiap upaya menghadiri sebuah solusi, terbentur pada masalah baru. Umat yang tidak melihat akar persoalan yang lebih mendasar semakin sibuk dengan persoalan-persoalan cabang ini, atau bosan dengan suasana politik yang tidak menentu dan menjadi apatis.
(3) Stigmatisasi negatif.
Ketika infiltrasi pemikiran dan penyibukan tidak berhasil, maka mulai ada langkah-langkah aktif, dimulai dengan stigmatisasi (pelabelan minor) pada tokoh-tokoh yang vokal menyampaikan ide-ide syariah dan Khilafah. Para aktivits ini distigma terkait gerakan terorisme, atau pada masyarakat yang sudah mencurigai jargon terorisme, mereka difitnah terlibat korupsi ataupun kriminalitas lain. Tentu hasilnya adalah pencekalan hingga pelarangan sebuah gerakan pro syariah-Khilafah.
(4) Memecah-belah komponen umat.
Setiap perbedaan sekecil apapun di tubuh umat dicoba diperkuat untuk menjadi alat pemecah-belah. Lalu setelah perbedaan itu tampak besar, mereka dihadapkan satu dengan yang lain agar saling mengecam dan menyingkirkan.
Persoalannya adalah ketika upaya penyingkiran ini sudah bersifat fisik, menghalangi akses, sabotase izin sebuah acara hingga hasutan benturan fisik. Semestinyalah, bahwa level pemikiran dihadapi dengan pemikiran, dengan dialog, bukan dengan upaya fisik, apalagi adu domba fisik.
(5) Langkah perang.
Perang adalah sesuatu yang sulit, mahal dan tidak populer. Namun, bila empat langkah yang lain dipandang tidak efektif, sementara situasinya sudah dapat dikatakan pertaruhan antara hidup (di atas suatu ideologi) dan mati, maka perang dapat menjadi pilihan. Hal inilah yang terjadi saat ini di Afganistan dan Irak.
Namun kenyataannya, langkah perang ini bisa menjadi bumerang bagi negara yang memulainya. Di Irak dan Afganistan, Amerika menjadi bingung sendiri. Perang tidak juga berakhir. Meneruskan perang membuat ekonominya makin morat-marit. Namun, keluar dari negeri itu akan membuat mental tentara negara adidaya itu kalah selamanya, sementara mental umat Islam akan melesat dan menjadi modal yang cukup untuk menegakkan negara adidaya baru: Khilafah.
Khilafah Tak Terbendung

Meski ada berbagai batu sandungan itu, tegak kembalinya Khilafah sepertinya tak terbendung lagi. Tanda-tandanya semakin jelas:
1) Krisis Kapitalisme. Masyarakat Barat kini makin lemah. Mereka diambang kehancuran baik oleh mesin ekonomi kapitalis yang menghamba pada perjudian (via pasar modal) yang terbukti semakin sering memunculkan krisis tak terkendali, dan mesin keluarga liberal yang membuat semakin banyak keluarga tak punya orientasi, masyarakat yang semakin tua dan rapuh.
2) Meningkatnya respon Barat terhadap ide Khilafah. Padahal semestinya, kalau ide Khilafah itu utopia, ya didiamkan saja, nanti akan surut sendiri. Namun, ini tidak. Khilafah semakin sering direspon, meski masih dengan gaya stigmatisasi dan sudah terlalu banyak kejanggalan di dalamnya.
3) Umat Islam sendiri makin tidak percaya dan tidak puas terhadap sistem Kapitalisme. Umat jelas ingin alternatif yang tak cuma ganti orang, tetapi juga ganti sistem yang lebih adil.
Kesimpulan
Fenomena baik di Dunia Arab, Dunia Muslim non-Arab maupun Dunia Barat menunjukkan bahwa gerakan syariah dan Khilafah tumbuh makin pesat dan segala tekanan baik yang bersifat pemikiran, fitnah ataupun kekerasan tidak dapat memperlambat apalagi menghentikan langkah mereka. Semoga Allah menyegerakan pertolongan-Nya melalui tangan-tangan para pengemban dakwahnya yang ikhlas. []

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/07/16/peta-global-perjuangan-menegakkan-khilafah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar