Ekpresi jalanan yang dilakukan oleh organ-organ pergerakan Mahasiswa untuk menumpahkan kejengkelan terhadap ketidakbecusan penguasa dan sistemnya dalam mengelola dan menata kehidupan negeri ini yang berujung pada adegan-adegan brutal dan penutupan jalan sebagaimana yang dilakonkan oleh sebagian Mahasiswa Makassar. Aksi tersebut mendapatkan tanggapan secara beragam dari masyarakat, ada yang pro dan kontra, namun lebih banyak yang kontra. Maka untuk itulah saya ingin mendalami persoalan tersebut secara proporsional sehingga tidak terkesan menghakimi dan mengadili salah satu pihak. Karena tentunya dalam nalar kita semua menginginkan yang terbaik untuk Islam dan bangsa ini.
Pertama-tama saya ingin mengemukakan beberapa factor yang menjadi alasan aksi-aksi Mahasiswa selalu berujung pada aksi brutal, pengrusakan fasilitas umum dan penutupan Jalan ,antara lain:
1. Tebalnya tembok yang menjadi sumbatan bagi kawan-kawan Mahasiswa untuk menyampaiakn aspirasinya sehingga melakukan cara-cara yang dapat mengusik penguasa agar memperhatikan mereka, maka pada titik ini penguasa gagal total menjalankan perannya sebagai pelayan umat sehingga bukan hanya mahasiswa yang harus mengevaluasi cara-cara penyampaian aspirasinya namun lebih dari itu penguasa harus lebih peka terhadap berbagai kegelisahan-kegelisahan terutama dari arus bawah.
2. Pada dasarnya bahwa gerakan perlawanan yang berujung pada bentrokan fisik adalah eksprsi letupan kejengkelan terhadap penguasa dan sistemnya karena mereka merasa berjalan pada jalur yang benar padahal sangat tampak dan telah diketahui secara umum adegan-adegan rekayasa terhadap berbagai kasus seperti, Terorisme, Bank Century, Kriminalisai KPK, Kasus Mafia Pajak, Setgab )sekretaris Gabungan, konflik perbatasan Indonesia-Malaysia serta Jaksa Agung. Adegan-adegan kotor yang dilakonkan oleh penguasa tersebut semakin menimbulkan rasa muak dari Masyarakat khususnya yang memahami persolaan dan peduli terhadap kondisi yang ada yaitu mahasiswa.
3. Boleh jadi ekspresi jalanan yang dilakukan oleh Mahasiswa selama ini khususnya Mahasiswa Makassar sengaja ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu untuk mereduksi pergerakan Mahasiswa dengan melakukan provokasi-provokasi apalagi Mahasiswa Makassar sangat mudah untuk tersulut. Dengan berhasilnya stigmatisasi gerakan mahasiswa yang identik dengan kekerasan maka tentunya akan melunturkan kepercayaan dari Masyarakat terhadap Mahasiswa sebagai agent of change dan sosiaf of control.
4. Ketidakjelasan konsep tentang perubahan yang hendak dituju serta metodologi dan cara untuk mewujudkannya sehingga dalam bergerak cenderung “meraba-raba”, maka dalam menyampaikan aspirasinya ketika sudah tidak di gubris oleh penguasa yang ada maka cara yang paling instan untuk dilakukan agar mereka disorot adalah dengan skenario chaos.
Terlepas dari berbagai alasan yang menjadi sebab terjadinya aksi brutal Mahasiswa setiap kali melakukan ekspresi jalanan, maka kita perlu melakukan koreksi secara total apakah layak untuk mengaminkan adegan-adegan brutal tersebut? maka setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk mengoreksinya,yakni:
1. Pendekatan Intelektual , mahasiswa adalah orang-orang yang telah dimandat oleh masyarakat sebagai kaum intelektual. Gelar tersebut bukan hanya sebatas penyematan kehormatan saja namun secara objektif Mahasiswa cenderung berpikir secara objektif dan kritis serta dari sisi potensi usia mereka adalah usia yang produktif dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap problematika kehidupan yang ada. Untuk itulah amanah sebagai Insan intelektual muda harus tetap dijaga. Pertanyaan kemudian adalah apakah aksi-aksi yang berujung pada tindakan brutal, merusak fasilitas umum serta penutupan jalan adalah tindakan yang terkategori sebagai aktivitas intelektual? Maka pada titik ini cara-cara yang tidak elegan tersebut justru mengkhianati prinsip-prinsip intelektual itu sendiri
2. Pendekatan strategi, menjadikan masyarakat sebagai korban sebab aktivitas mereka terganggu sehingga gerakan perlawanan dengan tujuan membela kepentingan masyarakat justru mendapatkan cacian dari masyarakat itu sendiri, padahal seharusnya merapatkan barisan dengan masyarakat sehingga aksi tersebut akan memiliki pengaruh yang kuat. Demikian juga Beroposisi dengan Polisi maupun TNI adalah pilihan yang tidak tepat sebab mereka terkategori sebagai variable-varible perubahan itu sendiri, sehingga pilihan untuk beroposisi dengan mereka justru semakin mempersulit dan mempersempit gerakan itu sendiri, maka pada titik ini kita bisa mengatakan adalah sebuah kesalahan strategi.
3. Pendekatan normative, tentunya ini adalah masalah prinsip karena berkaitan dengan landasan bagi setiap organ perubahan dalam bergerak, maka sebagai gerakan yang telah menjadikan Islam sebagai landasaan ideologisnya baik konsep, metodologi, cara maupun strategi harus tetap dalam jalur Islam.
Rasulullah saw bersabda: “Iman itu memiliki 60 sampai 70 cabang, yang paling utama ialah pernyataan ‘Laa ilaaha illallah’. Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang dari iman,” (Muttafaq ‘alaih).
Jadi sangat jelas bahwa ekspresi jalanan yang berujung pada adegan-adegan brutal, pengrusakan fasilitas umum dan penutupan jalan sangat bertentangan dengan Islam, maka siapapun baik individu maupun kelompok dalam bergerak harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Maka saatnyalah Mahasiswa tampil secara elegan dalam bergerak, mempersiapkan segala perangkat-perangkat perubahan serta mengajak seluruh variable-variable perubahan untuk bergerak bersama-sama melakukan perubahan. Perlu diingat bahwa bukan hanya sekedar terjadinya perubahan dengan pergantian rezim, namun memerlukan kalkulasi secara mendalam sehingga perubahan itu sendiri bisa memberikan jawaban terhadap problematika kehidupan yang ada. Secara historis orde lama telah gagal demikian juga orde baru dan orde reformasi sebagaimana yang telah berlangsung saat ini justru semakin mengantarkan perjalanan bangsa menuju collaps, maka satu-satunya harapan perubahan adalah orde Revolusioner (ganti rezim dan sistem) yaitu dengan syariah Islam dalam naungan Institusi Negara Khilafah. Wallahu A’lam Bish-shawab
Oleh : Alex Saifullah, KORWIL BKLDK Sulawesi Selatan Dan Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar