Senin, 06 Desember 2010

ANTARA VIRUS HIV DAN SEKS BEBAS

Virus ini bukan sembarang virus  seperti kalau kita kena flu, batuk,  pilek dan sejenisnya.  Atau juga bukan seperti brontok, win32, cantik, nadia savira, bulu bebek, trojan dan sejenisnya yang sering menginfeksi komputer anda. Virus ini menyerang manusia, tepatnya antibody manusia. Dan infeksi virus ini pada manusia bisa menyebabkan penurunan secara cepat sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan berkurangnya imunitas tubuh sehingga manusia dapat dengan mudah terjangkit berbagai penyakit sehingga kesempatan untuk pulih sangat kecil. Adapun Virus yang kami maksudkan adalah virus HIV yang menyebabkan penderitanya menderita penyakit AIDS. Dan 1 Desember biasa dijadikan hari berkumpulnya penderita AIDS sedunia (baca : hari AIDS sedunia). Bahkan, 29 November 2006 lalu, di seputar bundaran hotel Indonesia di Jakarta ada demo yang diikuti oleh 20an ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang  kian tak terkendali, jika tidak mereka mengancam akan menginfeksi masyarakat seIndonesia dengan virus mematikan tersebut.
Tuntutan tersebut kiranya tidak terlalu berlebihan. Karena jumlah ODHA dari tahun ke tahun bukannya tambah berkurang, tetapi terus membesar seperti bola salju. Dan ada kecenderungan bahwa ODHA merasa malu jika sampai ada orang lain yang mengetahuinya sehingga mereka cenderung menyembunyikan dari petugas kesehatan apalagi dari orang awam. Sehingga sekalipun pemerintah memiliki data jumlah penderita HIV/AIDS, namun pada dasarnya data tersebut ibarat fenomena gunung es, yang hanya diketahui puncaknya saja tapi dasarnya tidak diketahui. Padahal dasarnya jauh lebih besar berlipat-lipat kali dibandingkan puncaknya.

Asal tahu saja, data dari UNAIDS-badan dunia yang khusus menangani masalah HIV/AIDS  tahun 2003 tercatat jumlah penderita HIV/AIDS di dunia mencapai 45 juta jiwa. Di Afrika 3,2 juta orang terinfeksi virus ini dan 2,3 juta diantaranya tewas. 210 ribu kasus terjadi di Asia Timur dan Asia Tenggara, 45 ribu diantaranya tewas. (Koran Tempo, 13 Juli 2004).) Jumlah penderita HIV/AIDS di  seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang.

Menurut "National Trainer Care, Support and Treatment IMAI-HIV/AIDS", dr Ronald Jonathan MSc, pada seminar dua hari "Global Diseases 2nd Continuing Professional Development" di  Bandarlampung, Sabtu dan Minggu, angka itu diperoleh berdasarkan perkiraan pengaduan penderita terinfeksi HIV/AIDS ke sejumlah rumah sakit, yang berjumlah tidak lebih dari sepersepuluh korban terinfeksi keseluruhan. (www.antaranews.com / 15 November 2010). Bahkan untuk wilayah Indonesia Timur “Sulsel sudah sama dengan provinsi lain dengan peringkat kedua setelah Papua. Daerah ini ibarat fenomena gunung es di bawah air,” kata Muhammad Anwar, Kepala Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi kepada Tempo, Rabu (31/3), usai rapat ranperda penanggulangan HIV/AIDS di ruang Komisi E DPRD Provinsi. Peningkatan jumlah penderita AIDS di Sulawesi Selatan sudah mencapai 7.500–8.000 dengan penderita terbanyak di usia produktif. Rata-rata penderita berstatus anak sekolah, mahasiswa dan pekerja.

Penyebaran HIV/AIDS, kata Anwar, disebabkan penggunaan jarum suntik dan hubungan seks dengan banyak pasangan (www.tempointeraktif.com / 3  maret 2010). Jelaslah, bahwa HIV/AIDS telah menjadi ancaman global dunia internasional dan sekali lagi itu adalah data yang tampak di permukaan sedangkan yang sebenarnya terjadi bisa berlipat-lipat.

Bahkan yang lebih mengerikan lagi ternyata tidak sedikit usia para ODHA itu yang masih berusia remaja yaitu sekitar 15-35 tahunan.Hal ini dikuatkan dengan data penderita HIV/AIDS berdasar usia: 38% berusia 16-20 tahun, 40% berusia 21-25 tahun, 20% berusia 26-30 tahun, dan hanya 2% yang berusia 31-35 tahun (Yakita, 1999-2002).

Melihat fakta keganasan HIV/AIDS yang makin tak terkendali, pemerintah sepertinya kalang kabut. Maka dibuatlah kampanye “Setia pada Pasangan”, sterilisasi jarum suntik, pemeriksaan secara ketat darah yang ditransfusikan serta banyak lagi yang lain.  Kondomisasi juga menjadi salah satu langkah strategis yang dipilih pemerintah. Promosi yang dilakukan begitu gencar mulai dari menebar 60 juta kondom di lima provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali sampai mendirikan ATM kondom agar keberadaannya mudah diakses oleh masyarakat. Namun, adanya ATM kondom menimbulkan polemik di masyarakat karena dinilai memfasilitasi adanya free sex.

Pemerintah yakin dengan mempromosikan penggunaan kondom akan menekan angka pengidap HIV/AIDS. Padahal, pada sejumlah penelitian efektifitas kondom masih diragukan, sebab kondom yang terbuat dari bahan latex memiliki pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang, sedangkan bila dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali lipat, sementara virus HIV berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian jelas bahwa virus HIV dapat leluasa menembus pori-pori kondom.

Menanggulangi HIV/AIDS dengan kondom jelas bukan solusi yang efektif. Ibarat memberantas rumput liar dengan memotong daunnya tanpa mencabut sampai akarnya. Pemerintah bukannya menghapuskan perilaku free sex masyarakat Indonesia, tapi justru menumbuhsuburkan pusat penyebaran virus mengerikan ini dengan melokalisasi pelaku seks bebas dalam sebuah wilayah tertentu atau bahkan membiarkan situs-situs porno untuk diakses oleh masyarakat atau beredarnya lokalisasi-lokalisasi “bayangan” dan lain-lain.  Hal ini justru memperparah penyebaran virus HIV/AIDS karena faktor utama penyebaran virus mematikan ini adalah perilaku seks bebas bukan tidak digunakannya kondom.     

Maka memberantas adanya seks bebas di semua kalangan harus dioptimalkan. Budaya yang hedonis, permisif dan liberal yang makin merejalela dan mencekoki masyarakat saat ini adalah produk Barat sebagai salah satu bentuk penjajahan yang harus segera disingkirkan . Dengan menjajakan liberalisasi perilaku, Barat berusaha mengcengkeramkan ideologinya ditengah-tengah kaum muslim. Pemahaman barat yang sekular-memisahkan agama dari kehidupan- inilah yang menjadikan kehidupan masyarakat anak-anak, remaja, pemuda, orang tua- menjadi tidak punya pandangan hidup yang benar (Islam). 

Untuk membendung semakin meluasnya pengaruh liberalisasi yang berefek menjamurnya HIV/AIDS maka dibutuhkan peran dari berbagai elemen masyarakat, yaitu : individu, masyarakat dan negara. Jika salah satu pihak ini tidak ada maka bisa dipastikan tidak akan bisa terwujud tatanan masyarakat yang ideal. Individu harus membentengi dirinya dengan keimanan dan ketakwaan yang kokoh dalam dirinya. Hal ini bisa didapatkan melalui pengkajian keislaman yang saat ini sangat mudah diakses.
Masyarakat harus terus melakukan kontrol. Para aktivis yang tergabung di berbagai organisasi yang merupakan bagian dari masyarakat harus memberikan kontribusi real untuk menjaga agar tercipta sistem yang ideal. Berbagai upaya harus terus dilakukan untuk mencegah virus ini. Upaya ini tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah/negara karena pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung negara harusnya menutup semua akses menuju zina. Inilah bukti peran negara dalam menjaga dan mengayomi rakyatnya. Kondisi yang demikian bisa terlaksana tatkala Islam terterapkan secara menyeluruh di setiap sendi kehidupan oleh suatu negara. Ini bukanlah omong kosong karena telah terbukti selama 13 abad masa keemasan Islam dan sampai saat ini tidak ada satu sistem pun yang bisa menandinginya.       Wallahu A’lam Bish-shawab (Oleh : Alex Saifullah, BE Korwil Sul-Selbar)