Kamis, 20 Oktober 2011

UU INTELIJEN SEBAGAI ALAT LEGITIMASI PENGUASA UNTUK MEMERANGI RAKYAT.


Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Intelijen dalam rapat paripurna hari ini, Selasa, 11 Oktober 2011, meski berbagai kontroversi masih menyelimuti rancangan undang-undang ini. (tempointeraktif.com, 11/10/2011))


Presiden SBY menyambut baik telah disahkannya UU Intelijen Negara oleh DPR. Produk hukum baru ini diharapkan bisa mendukung aparat keamanan mengantisipasi tindak kejahatan terorisme. “Ini kabar yang baik sekali. Presiden telah dilaporkan mengenai ini,” ujar Jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, melalui telepon, Selasa (11/10/2011). (jejaknews.com, 11/10/2011)

Kepala Badan Intelijen Negara, Sutanto, menyatakan bahwa UU Intelijen disahkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu ia menegaskan, BIN akan selalu memperhatikan nilai-nilai demokrasi dan hak azasi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya. “Dengan UU ini, kami harapkan ada penguatan terhadap intelijen, tapi dalam batas rambu-rambu tertentu. Lewat UU ini, pemerintah dan semua alat negara bekerja untuk melindungi kepentingan rakyat dan negaranya,” kata Sutanto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 11 Oktober 2011. (vivanews.com, 11/10/2011)

Sudah menjadi tugas dan pemerintah untuk menangkal terjadinya ganguan keamanan yang dapat mengancam keselamatan nyawa rakyatnya terutama ancaman khususnya dari luar negeri. Nah persoalannya adalah apakah motivasi dan upaya tersebut memang relevan dengan konten dari UU Intelijen tersebut, maka tentunya perlu penelaan lebih mendalam dan komprehensif. Sebab sebelum pengesahan maupun pasca pengesahan sudah menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran karena di dalamnya banyak mengandung pasal karet yang bisa di tarik kekiri maupun kekanan tergantung selera pihak yang berkepentingan (baca: penguasa).
Pengesahan UU Intelijen bisa dikatakan sebagai upaya mengembalikan kehidupan rakyat Indonesia ke masa Orde Baru dan Kolonialisme Belanda yang represif, otoriter, dan penuh ketakutan. Hal itu disampaikan Juru bicara Forum Advokasi Mahasiswa Universitas Airlangga (FAM Unair), Richo Hariyono, hari Kamis 13 Oktober 2011. BIN boleh di katakan mirip seperti PID (Politieke Inlichtingen Dienst) Dinas Intelijen Kolonial Belanda pada zaman dulu yang tugasnya untuk memata-matai serta menghancurkan perlawanan rakyat yang menolak sistem Penjajahan. (/www.maiwanews.com, 13/10/2011)

Penolakan atas pengesahan Undang-undang intelijen ini juga datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sekjen AJI, Jajang Jamaludin mengatakan sejumlah pasal dalam Undang-undang ini berpotensi mengancam kebebasan pers."Dan dari definisi rahasia intelijen pun tidak terlalu rinci sehingga disitu ada wilayah untuk bermanuver, kita kehawatirannya untuk menentukan informasi-informasi yang disampaikan oleh pers pun juga bisa kena UU ini dan ini ancaman dan kriminalisasi ujungnya", demikian kata Jajang Jamaludin. (www.voanews.com, 11/10/2011)

Penolakan juga datang dari Direktur Eksekutif Elsham Indriaswati D Saptaningrum menjelaskan di Jakarta, Selasa (11/10/2011), pembentukan UU Intelijen Negara sebagai salah satu mandat reformasi justru melenceng dari yang diharapkan. “Undang-undang ini terlalu prematur dan tidak cukup menjadi pedoman bagi reformasi intelijen, yang di masa lalu banyak melakukan praktik-praktik hitam, yang melanggar hak asasi dan merampas kebebasan warga negara,” kata Indriaswati…Menurut Indriaswati, salah satu ketentuan di dalam UU Intelijen Negara yang memiliki potensi ancaman tinggi bagi perlindungan kebebasan warga negara, khususnya terkait dengan perlindungan hak-hak privasi, adalah munculnya pengaturan mengenai penyadapan-intersepsi komunikasi yang tidak cukup memberikan batasan.(kompas.com, 11/10/2011)


Gelombang penolakan dan kekhawatiran dari berbagai pihak, tentunya sangat beralasan sebab UU Intelijen tersebut hampir semua pasal di tujukan dan menempatkan rakyat pada posisi “wajib di curigai” sementara tidak ada pasal pun yang di tujukan kepada para penguasa yang ketika melakukan kebijakan atau pengkhianatan yang dapat mengancam keamanan dan stabilitas nasional, sebagai contoh ketika pemerintah memang konsisten maka perampokan kekayaan alam atas nama embel-embel investasi yang telah menguras kekayaan alam seperti freeport Papua dll, sehingga menyebabkan terjadinya kemiskinan dan karena faktor tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak kejahatan berupa pencurian dan perampokan. Nah, seharusnya freeport, exon Mobile, Inco yang telah melakukan eksploitasi besar-besaran seharusnya segera di cabut izinnya serta secepatnya di usir secara tidak hormat untuk kembali ke negerinya. Pertanyaannya apakah penguasa Indonesia berani???. Jadi jelaslah bahwa UU Intelijen ini di buat sesuai dengan hawa nafsu penguasa baik penguasa lokal maupun kepentingan penguasa global sebagai afirmatif action dalam proyek war on terorism ala Amerika yang telah menempatkan BNPT sebagai ujung tombaknya. (Alex)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar